Senin, 17 Juni 2013

Keyakinan Terhadap Kitab Suci (Tripitaka):

MAKALAH
BHUDISME
Keyakinan Terhadap Kitab Suci (Tripitaka):
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Bhudisme



Dosen Pembimbing : Hj.Siti Nadroh, M.Ag
Di susun oleh :
Ahmad Syafiq
( 1111032100007 )

FAKULTAS USHULUDDIN
PERBANDINGAN AGAMA
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2013






Pengertian Tripitaka-Mahayana adalah Tripitaka Mahayana dengan 12 (duabelas) bagiannya (Dvadasange-Dharmapravacanani) yang berdasarkan naskah-naskah bahasa Sansekerta. Kita sudah tidak dapat menemukan naskah-naskah aslinya itu dalam keadaan utuh baik di India dan Nepal sebagai asal agama Buddha maupun di Indonesia dan Tiongkok sebagai tempat pengembangan agama Buddha Mahayana. Tipitaka Mahayana edisi bahasa Mandarin mencakup ajaran Shakyamuni Buddha bagian Hinayana dan Mahayana juga Tantrayana, termasuk juga Sutra dan Sastra yang ada pada Aliran atau Sekte Sarvastivada, Dharmagupta, Mahisasaka, dan sebagainya yang ada di Tiongkok.
                Tripitaka Mahayana (bahasa sangsekerta) yang mencakup Tipitaka Hinayana (bahasa Pali) yang berarti 3 (tri) keranjang besar (pitaka) terdiri dari 1. Vinaya Pitaka, 2. Sutra-Pitaka, 3. Abhidharma-Pitaka
1.Vinaya Pitaka
                Vinaya Pitaka: isinya adalah terutama terdiri dari peraturan-peraturan yang mengatur kehidupan tentang agama Buddha Sangha atau persaudaraan bhiksu (juga terdiri dari cerita-cerita yang berhubungan dengan berdirinya agama Buddha-Sangha, dan peraturan-peraturan yang mengatur kehidupannya)
                Skema umum mengenai isi Vinaya-Pitaka adalah:
1.                   Bagian yang berhubungan dengan Pratimoksa (Skt)/patimokha (PI) yaitu peraturan-peraturan untuk para bhiksu/bhikku dinamakan bagian bhiksu (bhiksu/vibhanga-Skt; bhikku-vibhanga-PI).
2.                   Bagian yang sama untuk para bhiksuni/bhikuni.
3.                   Suatu bagian dinamakan ‘kelompok’ (khandhaka), tiap-tiap kelompok berhubungan dengan suatu aspek kuhsu mengenai kehidupan dari Sangha; seperti pentahbisan, upasattha, memenuhi ketentuan-ketentuan berhubungan dengan pakaian, jubah, obat-obatan, makanan, tempat tinggal, pengobatan, dan seterusnya.
2.Sutra Pitaka
                Sutra Pitaka: Sutra (Skt; Sutta-PI) arti sebenarnya benang. Benang adalah tali halus yang dipintal dari kapas atau sutera, yang gunanya untuk menjahit atau merangkai sesuatu. Setiap khotbah Hyang Buddha seperti kata-kata yang dirangkai menjadi satu dengan indah dan satu sama lain tidak dapat dipisahkan, tidak acak-acakan serta tidak saling bertentangan, oleh sebab itu Khotbah Hyang Buddha disebut Sutra. Sutra-sutra itu dikumpulkan dan disusun menjadi satu disebut Sutra-Pitaka.
3.Abhidharma Pitaka
                Abhidharma Pitaka: Abhidharma (Skt; Abhidhamma PI) adalah susunan ceramah dan perkembangan logika tentang Dharma dari ajaran Hyang Buddha, membahas filsafat dan metafisika, juga sastra, memberikan definisi kata-kata Buddha Dharma, dan penjelasan terperinci mengenai filsafat dengan sistematis, memantapkan suatu metode mengenai latihan spiritual, oleh para sesepuh dari aliran atau sekte pada waktu itu, kumpulan dari kitab Abhidharma dinamakan Abhidharma-Pitaka.
4.Tripitaka.Mahayana yang pernah ada dan telah dicetak
                Trpitaka-Mahayana yang pernah ada dan telah dicetak di Tiongkok, Jepang, Korea, Tiber. Terjemah bahasa Mandarin;
1.       Tripitaka yang pertama kali dikumpulkan selama periode dynasti Utara dan Selatan pada tahun 317-589. Tiongkok Utara, Raja Hsiao-Ming Ti (tahun 515-528) dari dynasti Wei bagian Utara, bagian Selatan Raja Ming Ti (tahun 494-498) dari dynasti Ch’I dan raja Wu-Ti (557-559), Wen-Ti (559-566), dan Hsuan-Ti (tahun 568-582).
2.       Kaisar Sui yang pertama ,wen Ti (581-604)membuat 46(empatpuluh enam) salinan tripitaka dan dia telah memerintahkan untuk disimpan di tempat-tempat suci di dalam vihara di berbagai propinsi.
Tripitaka tersebut mencakup sutra-sutra yang telah diterjemahkan oleh Hsuan-Tsang(tahun 596-664)disimpan di vihara chin-Ai-Ssu di loyang dan Hssi-Ming-Ssu di chang-an.        
3.       Ch’u-san-Tsang Chi-Chik diSingkat Seng Yu-Lu (Seng-Yu’s Catalogue) 15 jilid, mencatat 1.306 naskah dalam 1.570 Jilid, disusun antara tahun 510-518 oleh Seng-Yu; oldest extant catalogue; Collection the Tripitaka.
4.       Ta-Tsang-cing (Great Storehouse Secriptures) atau I-Ch’ieh Cing (Complete Scripture), awal dynasti T’ang (618-907), berbagai pengadilan negeri Tiongkok mengakui dan mengesahkan kumpulan sejumlah Tripitaka ini. Pernah terjadi bahwa beberapa sutra yang dihasilkan di tiongkok yang pernah dimasukkan ke dalam satu Tripitaka dihilangkan dari pengumpulan berikutnya. Inilah alasannya bahwa naskah Hsin-Hsing (540-594), pendiri Sekte San-Chen-Chiao (the Three-Stages) dan Biografi dari Pao-Lin ch’uan (the Treasure Forest) yang mencatat sejarah Zen Buddhisme, dapat ditemukan dalam sebagian Tripitaka tetapi tidak pada semuanya.
5.       Shu-Pan Ta-Tsang-Cing mencatat 5.586 jilid, disiapkan dan dicetak tahun 971-983; Shu Edition of Tripitaka, juga dinamakan Sung Governmental Edition (Sung-Kuan-Pan). Trpitaka ini yang lengkap untuk pertama kali dicetak di Tiongkok, dinamakan Shu-Pan atau Shu Edition yang berjumlah 5.586 jilid itu: 5.048 jilid tercatat di dalam tahun 730. K’ai-Yuan Shih-Chiao-Lu (K’ai-Yuan Era Buddhist Catalogue), 279 jilid dari terjemahan baru yang diselesaikan selama dynasti Sung, dan 259 jilid dari terjemahan baru yang diselesaikan selama dynasti Sung, dan 259 jilid dari terjemahan baru yang diselesaikan selama dynasti Sung yang tidak terdapat di dalam K’ai-Yuan Shih-Chiao-Lu.
6.       Ta-Ming San-Tsang Sheng-Chiao Mu-Lu disingkat Pei-Tsang Mu-Lu; Ming Dynasty Catalogue of the Tripitaka, terjemahan ke dalam bahasa Inggris oleh Nanjio Bunyiu as A catalogue of the Chinese Translation of Buddhist Tripitaka.
7.       Leng-Yen-Ssu-Pan mencatat 1.655 naskah, disiapkan dan dicetak tahun 1586-1620; Leng-Yen Temple Edition of Tripitaka, umum dinamakan Wen-Li Edition (Wan-Li-Pan Ta-Tsang-Ching). Ming dynasti edition.
8.       Nan-Tsang mencatat 1.612 naskah, diterbitkan tahun 1372-1403 di Nan-King; Southern Ming Dynasty Edition of the Tripitaka.
9.       Pei-Tsang mencatat 1.615 naskah, diterbitkan tahun 1420-1440 di peking; Northern Ming Dynasty Edition of the Tripitaka.
10.   Ta-P’u-Ning-Ssu-Pan mencatat 1.422 naskah di dalam 6.010 jilid, disiapkan dan dicetak tahun 1278-1294; Ta-P’u-Ning Temple Edition of Tripitaka, juga dinamakan Yuan Edition (Yuan-Pan Ta-Tsang-Cing).
11.   Chin-Pan Ta-Tsang-Ching sejumlah naskah dan jilid tercatat tidak menentu, disiapkan dan dicetak 1149-1173; Chin-Dynasty Edition of the Tripitaka.
12.   Chi-sha Yen-Sheng-Yuan-Pan mencatat 1.532 naskah di dalam 6.362 jilid, disiapkan dan dicetak tahun 1231-1322; a Southern Sung Dynasty Edition of the Trpitaka.
13.   Ch’i-Tan Ta-Tsang-Cing. Khitan (Liao) Dynasty Edition of the Tripitaka. Tiongkok bagian utara-Dynasty Liao (tahun 947-1125) didirikan oleh Khitan Mongol.
14.   K’ai-Yuan Shih-Chiau-Lu disingkat K’ai-Yuan-Lu atau Chih Sheng-Lu (Chih-Sheng’s Catalogue), 20 Jilid, mencatat 1.076 naskah di dalam 5.048 jilid, disusun oleh Chih-Sheng tahun 730; K’ai-Yuan
15.   K’ai-Yuan Ssu-Pan, mencatat 1.429 naskah didalam 6.117jilid disiapkan dan dicetak tahun 1112-1148; K’ai-Yuan Temple Edition of the Tripitaka, juga dinamakan the Fu-Chou K’ai-Yuan Temple Edition (Fu-Chou K’ai-Yuan Temple Edition (Fu-Chou K’ai-Yuan-Ssu-Pan).
16.   Ssu-Ch’I Fa-Pao-Ssu-Pan mencatat 1.459 naskah di dalam 5.740 jilid disiapkan dan dicetak tahun 1237-1252; Ssu-Ch’I Fa-Pao Temple Edition, a Southern Sung-dynasty Edition of the Tripitaka.
17.   Ssu-Ch’I Yuan-Chueh-Yuan-Pan mencatat 1.433 naskah di dalam 5.824 jilid, disiapkan dan dicetak tahun1132-? Ssu-Ch’i Yuan-Chuech-Yuan Edition, a Southern Sung-dynasty edition of the Tripitaka.
18.   Obaku-ban Dzakoyo mencatat 6.771 jilid, diterbitkan tahun 1669-1681 oleh Tetsugen; Obaku Edition of the Tripitaka, juga dinamakan of the Tripitaka.
19.   Kan-ei-ji-ban mencatat 1.453 naskah di dalam 6.323 Jilid, disiapkan dan dicetak tahun 1637-1648 oleh Tengkai; Kan’ei-ji Temple Edition of the Tripitaka, juga dinamakan Tenkai Edition.
20.   Dai Nippon Kotei Daizokyo: Great Japan Revised Canon, disingkat Shukusatsu-zokyo (Small-Type Canon), 418 volume, mencatat 1.916 naskah di dalam 8.534 jilid, diterbitkan tahun 1880-1885 oleh Shimada Mitsune and Fukuda Gyokai et al; in Eropa and America known as Tokyo Edition.
21.   Dai Nippon Zoku Zokyo (Great Japan Revised Tripitaka) disingkat Maji-zokyo (Fylfot-Letter Tripitaka), 347 volume, mencatat 1.625 naskah di dalam 7.082 jilid, diterbitkan tahun 1902-1905 oleh Hamada Chikuha and Yoneda Mujo et al.
22.   Dai Nippon Zoku Zokyo (Great Japan Supplementary Tripitaka), 750 volume, mencatat 1.750 naskah di dalam 7.140 jilid, diterbitkan tahun 1905-1912 oleh Maeda Eun and Nakano Tatsue et ai.
23.   Haeinsa-pan (korean), Haein Temple Edition, biasanya dinamakan the Koryo Edition of the Tripitaka, juga dinamakan Tripitaka-Koreana.
24.   Nanjio Catalogue of the tripitaka lihat Ta-Ming San-Tsang Sheng-Chiao Mu-Lu.
25.   Tripitaka-Mahayana terbitan Taiwan lebih dari 85 jilid.
26.   Tripitaka-Mahayana terjemahan bahasa inggris oleh Sino American Buddhist Association- San Fransisco dalam perampungan untuk diterbitkan dibawah pimpinan Tripitaka Master Hua.
27.   Taisho-Shinshu-daizokyo, edisi Takakusu and Watanabe. Tokyo, 1922-1933.
5.Dvadasanga Dharmapravacanani
Umat Buddha berkeyakinan dan mempercayai sepenuhnya bahwa setiap khotbah Hyang Buddha merupakan kata-kata yang tersusun begitu indah dan bermakna serta mempunyai arti yang tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lain, rangkaian kata-kata itu adalah sutra. Semua kata-kata atau ucapan Hyang Buddha dapat dianggap Sutra, sutra-sutra yang dikumpulkan dan disusun menjadi satu dinamakan sutra-pitaka. Sutra pitaka merupakan salah satu bagian pitaka dan Tripitaka.
Menurut Agama Buddha aliran Mahayana bahwa ajaran Hyang Buddha yang tersusun dalam Sutra Pitaka dapat dibagi menjadi 12 bagian sutra atau 12 bagian ucapan Hyang Buddha dalam bahasa Sansekerta disebut Dvadasanga Dharmapravacanani.
Dvadasanga-Dharmapravacanani itu didasarkan pada gaya bahasa (3 jenis gaya bahasa) dan sisi perkataan atau ucapan yang dikhotbahkan oleh Buddha Shakyamuni (9 jenis isi Dharma).
1.Sutra :rangkaian kata-kata atau khotbah atau ajaran Buddha Shakyamuni dengan gaya bahasa prosa.
                (lihat penjelasan lebih lanjut pada sutra hati).
2.Geya   :ialah gaya bahasa campuran prosa dan puisi/sajak. Buddha Shakyamuni dalam membabarkan
  Dharma mula-mula dengan gaya bahasa prosa, kemudian diulang lagi dengan puisi atau sajak.
3.Gatha :ialah ajaran Buddha Shakyamuni yang diucapkan dengan sajak (Dharmapada, There Ghata,
  Their Ghata, dsb.), puisi; stanzan; sloka.
4.Nidana:berarti sebab; sumber: asal-mula; berhubungan dengan; terjadi dikarenakan; berasal dari.
Setiap sutra biasanya dimulai dengan kata pengantar umum dan kata pengantar khusus. Yang
dimaksud dengan kata pengantar umum: Evan Maya Srutam (demikianlah yang aku dengar, “aku” di sini dimaksudkan Ananda), dengan kata pengantar khusus adalah penjelasan mengenai sebab-sebab terjadinya kkhotbah itu, contoh: karena ada yang bertanya maka Buddha Shakyamuni memberi penjelasan atas pertanyaan tersebut berupa pembabaran Dharma atau karena ada siswa Hyang Buddha yang melanggar sopan-santunatau asas-asas moral sehingga Hyang Buddha mengucapkan suatu ketentuan atau peraturan yang kemudian disebut Vinaya. Oleh karena itu, segala ajaran atau ucapan Hyang Buddha yang telah diucapkan karena adanya sesuatu sebab digolongkan dalam jenis Nidana Sutra.
5.Itivrttaka :Vrttaka berarti yang telah dikatakan; ucapan. Itivrttaka berarti demikian telah dikatakan.      Itivrttaka Sutra ialah:
a. Sutra-sutra yang dianggap berasal dari ucapan Hyang Buddha yang dimulai dengan perkataan: “demikian telah dikatakan oleh Hyang Buddha”, yaitu sutra-sutra yang terdapat dalam Khuddaka-nikaya, yang dimulai dengan “vuttang h’etang Bhagavata…..”
b. Sutra-sutra yang mengandung cerita kata-katanya diucapkan Hyang Buddha tentang perbuatan-perbuatan dan pengalaman pada masa kehidupan yang lampau dari siswa Beliau yang telah menjadi: Bhodisattva atau Arhat dan lain-lainnya.
6.Jataka : a. Cerita tentang kelahiran Hyang Buddha pada masa kehidupan lampau ketika masih menjadi    
orang arif-bijaksana.
b. Cerita yang diceritakan oleh Hyang Buddha tentang kebajikan Beliau pada masa kehidupan lampau ketika menjadi Bodhisattva.
7.Adbhuta-Dharma: ialah sutra-sutra yang menceritakan tentang kekuatan gaib yang menakjubkan yang
diperlihatkan oleh para Buddha dan Bodhisattva.
(Adbhutta berarti gaib; Adbhuta-Dharma berarti hal-hal yang gaib, sesuatu yang ajaib).
8.Avadana : ialah jenis sutra yang mengandung cerita-cerita, parable (cerita amsal) atau perumpamaan
untuk menjelaskan arti dan makna ajaran Hyang Buddha. (Avedana: parable; perumpamaan; kiasan; cerita; legenda; sejarah; kehidupan).
9.Upadesa : berarti petunjuk atau advis.
                Upadesa sutra ialah yang berisi ulasan dan diskusi dengan tanya jawab.
10.Udana: ialah sutra yang berisi ucapan Hyang Buddha secara sukarela tanpa ditanya; ajaran Hyang Buddha yang disampaikan tanpa ditanya. Pada umumnya ajaran itu disampaikan dengan 
Tipitaka adalah kumpulan ajaran Buddha selama 45 tahun dalam bahasa pali. Terdiri dari sutta-duktrin umum, Vinaya-kode disiplin, dan Abhidhama-psokologi mutlak.
Tipitaka dihimpun dan disusun dalam bentuknya seperti saat ini oleh para Arahanta yang memiliki kontak langsung dengan sang Guru sendiri.
Buddha telah wafat, namun Dhamma luhur yang ia wariskan secara terbuka kepada manusia tetap hidup dalam kemurniannya. Walaupun Sang Guru tidak meninggalkan catatan tertulis tentang ajaran-Nya, para siswa terkemuka-Nya melestarikan melestarikannya dengan apa adanya secara ingatan dan menurunkannya secara oral dari generasi ke generasi.
Segera setelah Buddha wafat, lima ratus Arahanta terkemuka mengadakan suatu sidang yang dikenal sebagai sidang Buddha pertama untuk menyusun kembali doktrin yang diajarkan Buddha Yang Ariya Ananda, pendamping setia buddha yang berkesempatan khusus mendengarkan semua ceramah yang pernah dibabarkan Buddha, menuturkan Dhamma, sementara Yang Ariya Upali menuturkan Vinaya, aturan disiplin Sangha.
Seratus tahun setelah Sidang Buddhis Pertama, pada masa Raja Kalasoka, sebagian murid memandang perlu untuk mengubah beberapa aturan kecil. Bhikkhu yang ortodoks berkata bahwa tidak ada yang perlu diubah, sementara yang lain bersikeras untuk memodifikasi beberapa aturan disiplin. Akhirnya, tumbuhlah tradisi yang berbeda-beda setelah sidang ini. Dalam sidang Buddha Kedua, hanya hal-hal yang menyangkut Vinaya yang dibahas dan tidak ada kontroversi yang dilaporkan dalam hal Dhamma.
Pada abad ke-3 SM, semasa Kaisar Asoka, Sidang Buddhis ketiga diselenggarakan untuk membahas perbedaan-perbedaan pendapat yang dianut oleh komunitas Sangha. Dalam sidang ini perbedaan itu tidak dibatasi pada Vinaya, tetapi juga menyangkut Dhamma pada akhir sidang ini, Ketua Sidang, Bhikkhu Moggaliputa Tissa, menyusun sebuah buku yang disebut Kathavatthu yang menolak pandangan dan teori yang keliru dan menyimpang yang dianut sebagian murid. Ajaran itu disapakati dan diterima oleh sidang ini yang dikenal sebagai Theravada atau “Jalan para sesepuh” Abhidhamma pitaka dibahas dan dimasukkan di sidang ini. Sidang Bhuddis Keempat diadakan di Sri Langka pada tahun 80 SM di bawah perlindungan Raja Vattagamini Abbaya yang bijak. Pada masa ini di Sri Langka, Tipitaka untuk pertama kalinya dituliskan.
Harus ditekankan bahwa sementara penulisan berlanjut, tradisi dasar secara oral tetap dipertahankan. Setiap aspek ajaran dipertahankan dan dijunjung tinggi dalam inagatan daripada dalam catatan tertulis. Itulah sebabnya para sisiwa dikenal sebagai pendengar, Savaka. Dengan mendaras dan mendengarkan, mereka mempertahankan ajaran dalam tardisi oral selama lebih dari 2.500 tahun.
Tipitaka terdiri dari tiga bagian ajaran Buddha. Bagian itu adalah disiplin (Vinaya Pitaka), ceramah (Sutta Pitaka), dan Doktrin Mutlak (Abhidhamma Pitaka).
Vinaya Pitaka terutama berkaitan dengan aturan tatatertib bhikkhu dan bhikkhuni. Di sini digambarkan secara rinci perkembangan bertahap sistem pengajaran Buddha. Secara tidak langsung Vinaya Pitaka mengungkapkan beberapa informasi bermanfaat mengenai sejarah masa lampau, adat india, seni, ilmu pengetahuan, dan lain-lain.
Selama hapir duapuluh tahun sejak pencerahan-Nya, Buddha tidak menetapkan aturan untuk mengatur sangha. Pada kemudian hari, dengan terjadinya beberapa peristiwa dan bertambahnya jumlah pengikut, Buddha mengumumkan aturan untuk disiplin masa depan Sangha.
Pitaka ini terdiri dari lima kitab:
Parajika (Pelanggaran Berat)
Pacittiya (Pelanggaran Ringan)
Mahavagga (Kelompok Besar)
Cilavagga (Kelompok Kecil)
Parivara (Ikhtisar Aturan)
Sutta pitaka
Sutta pitaka terdiri dari ceramah-ceramah utama yang diberikan oleh Buddha sendiri dalam berbagai peristiwa. Ada juga beberapa ceramah yang disampaikan oleh murid-murid-Nya yang terkemuka, seperti Sariputta, Ananda, Maha Moggallana termasuk beberapa bhikkuni terkemuka seperti khema, Uttara Visakha, dan lain-lain. Kitab ini seperti buku resep, karena wacana didalamnya menjelaskan secara terperinci dan menyesuaikan dengan berbagai kejadian dan perangai berbagai orang yang berbeda-beda. Mungkin ada pernyataan-pernyataan yang tampaknya bertentangan, namun hal ini sebaiknya tidak disalah artikan karena hal ini dikatakan secara tepat oleh Buddha untuk menyesuaikan dengan maksud tertentu. Karena itu, moral, etika disiplin, tugas, tanggung jawab, kewajiban, dan kualitas manusia dapat ditemukan semua dalam Sutta Pitaka.
Kitab ini dibagi menjadi lima Nikaya atau kumpulan, yaitu:
Digha Nikaya (Kumpulan Panjang)
Majjhima Nikaya (Kumpulan Sedang)
Samyutta Nikaya (Kumpulan Ujaran Setara)
Anguttara Nikaya (Kumpulan Ujaran Berurutan)
Khuddaka Nikaya (Kumpulan Naskah Kecil)
Kumpulan yang kelima dibagi lagi menjadi 15 risalat:
Khuddaka Patha (Naskah Pendek)
Dhammapada (Syair Kebenaran)
Udana (Ungkapan Sukacita)
Itivuttaka (Demikian Ynag Dikatakan)
Sutta Nipata (Himpunan Ceramah)
Vimana Vatthu (Cerita Kediaman Surgawi)
Peta Vatthu (Cerita Hantu Menderita)
Theragatha (Ayat Para Thera)
Theirgatha (Ayat Para Theri)
Jataka (Kisah Kisah Kelahiran)
Niddesa (Penjelasan Terperinci)
Patisambhidamagga (Jalan Analitis)
Apadana (Kisah Riwayat)
Buddhavanisa (Wangsa Para Buddha)
Cariya Pitaka (Himpunan Perilaku)
Abhidhamma Pitaka
Abhidhamma, bagi para pemikir mendalam, adalah kumpulan kitab yang paling penting dan menarik, karena mengandung filosofi dan psikologi mendalam dari ajaran Buddha, lain dari wacana sederhana dan gamblang dalam Sutta Pitaka.
Dalam Sutta Pitaka kita sering menjumpai istilah konvensional semacam individu, makhluk, dan sebagainya, tetapi dalam Abhidhamma, kita menjumpai istilah khusus, seperti gugus, pikiran, bentukan, dan sejenisnya.
Dalam Sutta Pitaka ditemukan Vohara Desana (Ajaran Konvensional), sedangkan dalam Abhidhamma ditemukan Paramattha Desana (Ajaran Mutlak). Dalam Abhidhamma segala sesuatu dianalisis dan dijelaskan secara rinci, dan hal demikian disebut Doktrin Analitis (Vibhajja Vada). Empat kemutlakan (paramatha) diuraikan satu persatu dalam Abhidamma. Keempat hal itu adalah Citta (Kesadaran) Cetasika (Faktor Pikiran), Rupa (bentuk), dan Nibbana (pemadaman).
Apa yang dimaksud dengan “makhluk” dianalisis secara mikrosopis dan unsur-unsurnya digambarkan terperinci. Akhirnya tujuan utama dan metode untuk mencapainya dijelaskan dengan segala perincian yang diperlukan.
                Ajaran agama Buddha bersumber pada kitab Tripitaka merupakan kumpulan khotbah, keterangan, perumpamaan, dan percakapan yang pernah dilakukan Sang Buddha dengan para siswa dan pengikutnya. Dengan demikian, isi kitab tersebut semuanya tidak berasal dari kata-kata Shang Buddha sendiri, melainkan juga kata-kata dan komentar-komentar dari para siswanya. Oleh para siswanya sumber ajaran tersebut dipilih menjadi tiga kelompok besar, yang dikenal dengan pitaka atau keranjang, yaitu Vinaya Pitaka, Suttra Pitaka dan Abhidarma Pitaka

               




Daftar Pustaka

1.       Agama-Agama Dunia. Mukti Ali (pengantar),
2.       Budha Dharma Mahayana

3.       Kebahagiaan dalam Dahamma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar